Soppeng – Perjalanan kasus kematian Lenny Suryana, wanita yang ditemukan tewas tergantung pada 2 tahun lalu di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) kini tersendat. Jaksa sudah 2 kali menolak berkas perkara kasus ini lantaran polisi tak memiliki saksi fakta yang kuat.
Tim kuasa Hukum Arfandy Tersangka dugaan kasus Suami bunuh istri di Kab. Soppeng mengatakan sangat kecewa dengan dinamika penegakan hukum di wilayah Polres Soppeng, mereka sangat menyayangkan sikap Penyidik Kepolisian Resor Soppeng yang masih terus melanjutkan dan terkesan diduga memaksakan kasus dugaan Pembunuhan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang terjadi kurang lebih 2 tahun silam di Kab. Soppeng tersebut.
Tim Kuasa Hukum menduga Kasus ini ada yang mengendalikan atau Melakukan intervensi, karena Banyaknya Kejanggalan yang dipelajari.
Saat temui di Kantor Hukum Ahmary & Rekan, Kordinator Tim Kuasa Hukum kasus tersebut Imam Ahmad, S.H. mengatakan “soal kasus tersebut kami awalnya tidak ada masalah, bahkan kami yang meminta langsung kepada penyidik untuk di percepat pelimpahan nya agar klien kami secepatnya memiliki kepastian Hukum, Namun seiring berjalannya waktu kami menduga ada kekuatan lain selain kekuatan Hukum yang mengendalikan atau melakukan intervensi atas kasus ini.
Kuasa Hukum Menduga penetapan Tersangka yang dilakukan kepolisian terhadap kliennya bertepatan dengan gugatan Hak Asuh Anak yang di ajukan Arfandy di Pengadilan Agama melawan mertuanya sebagai Tergugat, kemudian dalam proses itu Arfandy dinyatakan kalah dalam gugatan tersebut, majelis Hakim berpendapat bahwa Arfandy sebagai Penggugat sedang menjadi Tersangka Pembunuhan dan KDRT terhadap istrinya sendiri pada kejadian kurang lebih 2 tahun silam. “jadi memang dia sempat bilang ke saya bahwa saya mau gugat mertua ku karna saya merasa di halang-halangi ketemu sama anakku, kemudian mertuaku dia minta gaji nya almarhumah istri ku, tapi saya bilang akan penuhi, asalkan mertua saya mau mengembalikan anak saya, karna kan saya dan almarhumah punya 2 orang anak yang harus saya perhatikan dan nafkahi” kata imam Ahmad Menirukan Arfandy sewaktu konsultasi hukum dengannya.
“hanya saja kami tidak sempat mendampingi beliau di perkara tersebut dikarenakan kami masih sibuk dengan beberapa perkara, akhirnya klien saya saat itu berinisiatif maju sendiri di hadapan pengadilan Agama Melawan mertua dan pengacaranya” lanjutnya.
kuasa Hukum Kembali menjelaskan Dugaan kejanggalan terbesarnya ada pada sikap Penyidik Polres Soppeng yang diduga sangat tidak transparan dan terkesan terlalu memaksakan kasus ini. “BAP Pemeriksaan Tersangka di tempat kejadian itu kami tidak di berikan, kemudian hasil Visum dan Autopsi Almarhumah juga tidak di perlihatkan ke keluarga” Jelasnya.
Imam Menjelaskan Bahwa kliennya sudah menjalani masa penahanan tahap 1 di kepolisian hampir 4 bulan, bahkan semua ketentuan Perundang undangan tentang perpanjangan masa penahanan untuk pemeriksaan di tingkat kepolisian sudah di gunakan semua oleh Penyidik Polres Soppeng sebanyak 3 kali perpanjangan, namun Arfandy tak kunjung memiliki kejelasan Status Hukum sampai hari ini
“Persoalannya kan ada pernyataan pihak kepolisian di beberapa Media bahwa sudah memiliki bukti yang kuat tapi kemudian faktanya 2 kali terjadi P-19 oleh kejaksaan dengan 4 alasan normatif yang cukup kuat, salah satu dari empat alasan pihak kejaksaan menolak berkas dari kepolisian yang tim kami pelajari di media adalah bukti-bukti terlalu prematur…Ini kan ada apa ???
maksud saya sudahilah, dari pada malu dan berdosa lebih baik kita sadari kekhilafan dan melepaskan Tersangka demi Hukum sesuai aturan UUD. Apalagi ini bulan suci Ramadhan, momentumnya untuk saling berbuat baik dan memaafkan” Kata Imam Ahmad, S.H.
“Kemudian yang terakhir, bahwa kejadian meninggalnya Almarhumah sekitar 2 tahun silam menurut dugaan kami masih ada yang tidak Terima dan sakit hati, akan tetapi problematika itu tidak bisa di paksakan, sebab ini negara Hukum, dan ada 2 orang anak kecil almarhumah itu yang harus di nafkahi dan diperhatikan tumbuh kembangnya, apalagi ini kasus sudah terlalu lama dan sudah berpindah-pindah subjek dan objek Hukum yang menangani, hanya saja yang perlu di atensi di sini bahwa tangan Hukum pertama yang menyentuh persoalan ini adalah Polsek Liliriaja sebab kejadian tersebut terjadi di wilayahnya, dan Kapolsek Liliriaja pada saat itu Bapak Iptu Asrudi, S. Sos. M.H. pada hari Minggu (11/10/20) telah melakukan release juga di beberapa media yang mengatakan bahwa’ Saat diperiksa tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban, hanya ada bekas jeratan di leher, lidah yang tergigit dan mengeluarkan cairan dari kelaminnya. Kita ada datanya semua. tapi kenapa kita tidak mau merasional kan peristiwa itu dan menerima hal tersebut dengan mendoakan Almarhumah agar bisa tenang dan mendapatkan tempat yang terbaik.
kemudian berselang hampir 2 tahun, di tengah pertempuran Gugatan Hak Asuh Anak di pengadilan Agama klien kami Arfandy melawan mertuanya sudah memasuki tahapan sidang terakhir, lalu beliau di tetapkan sebagai Tersangka, kan tidak salah masyarakat menduga-duga dan mengira bahwa ada keterkaitan, kemudian Kasatreskrim Polres Soppeng sebelumnya yaitu Bapak Iptu NoviArif Kurniawan dalam kapasitasnya sebagai penyidik juga dengan mudahnya berbicara di beberapa Media online seakan akan membantah pernyataan Tangan hukum pertama yang melihat langsung persitiwa tersebut. Maka atas dasar kontradiktif nya pernyataan” itulah kemudian kami sebagai tim Kuasa Hukum Arfandy melaporkan Kasat Reskrim Polres Soppeng sebelumnya Bapak Iptu NoviArif Kurniawan beserta penyidik khusus yang menangani kasus ini ke Kasi. Propam Polres Soppeng, Bid. Propam Polda Sulsel dan Div. Propam Mabes Polri serta Komisi Kepolisian Nasional RI” Pungkas Imam.