Online24, Makassar – Setelah menyerahkan sertifikat tanah atas 750 persih tanah di Desa Tandung, Kecamatan Malangke melalui program redistribusi tanah, Pemerintah Kabupaten Luwu Utara kembali menyerahkan sertifikat tanah atas 500 Persil tanah di Desa Pengkendekan Kecamatan Sabbang, beberapa waktu lalu.
Bupati Luwu Utara, Indah Putri Indriani, hadir langsung menyerahkan secara simbolis sertifikat tersebut kepada sejumlah warga.
“Program redistribusi tanah ini adalah salah satu program strategis nasional. Dan ditargetkan secara nasional, hingga tahun 2024, total ada 9 juta bidang lahan yang perlu disertifikatkan,” ungkap Indah.
Namun, lanjut Indah, menyelesaikan target ini tentu tidak mudah. Salah satu kendalanya yaitu pada anggaran.
“Program ini anggarannya besar sekali, karena pemerintah berkomitmen tidak membebankan biaya apapun kepada masyarakat. Paling untuk bayar-biaya patok, itupun tidak dipungut oleh BPN. Tetapi kembali pada kebijakan pemerintah desa yang diatur melalui peraturan menteri, sehingga biayanya itu sebesar Rp. 250.000,” terang Bupati Perempuan Pertama di Sulsel itu.
Meski begitu, sebuah kesyukuran kata Indah, sebab ATR/BPN Luwu Utara mampu menuntaskan seluruh proses dengan cepat sehingga masyarakat dapat pula lebih cepat menerima sertifikat tanah tersebut.
“Teman-teman BPN pantas untuk kita apresiasi. Selain itu, ini juga tidak akan berjalan jika pemerintah desa dan dusun, hingga seluruh masyarakat tidak sigap dalam menyiapkan data dukungnya. Jadi kuncinya juga ada di warga, untuk itu terima kasih bapak-ibu sekalian,” kata Indah yang juga Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria Luwu Utara itu.
Lebih lanjut, Indah mengungkapkan bahwa untuk 2023 ada 8.150 persil tanah yang telah disertifikasi, dengan rincian yaitu 5000 persil tanah melalui program redistribusi tanah, 2721 persil tanah melalui program PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap), serta 429 persil tanah melalui lintas sektor.
“Semua ini karena negara ingin kita tenang, untuk mengamankan aset bapak/ibu. Juga mengamankan rumah ibadah, seperti mesjid dan gereja yang tanahnya merupakan lahan hibah, sehingga di kemudian hari, anak keturunan pemberi hibah tidak menuntut lahan tersebut. Jangan sampai orang tua kita bersedih karena lahan yang telah mereka hibahkan untuk kebaikan malah menjadi perkara,” tutup orang nomor satu di Luwu Utara ini.