Online24, Pinrang – Badan Pengawas Pemilihan Umum – Dalam perjalanan sejarahnya, Bawaslu secara kelembagaan telah melalui proses dan perjuangan luar biasa hingga dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya seperti saat ini. Amanat tersebut tentu harus diiringi dengan kesadaran kolektif yang wajib terbangun di seluruh jenjang kelembagaan Bawaslu.
Karenanya, Ketua Bawaslu Provinsi Sulawesi Selatan HL Arumahi mengurai empat hal yang penting diperkuat dan dibangun dalam rangka menjaga amanat UU tersebut.
“Pertama, konsolidasi kelembagaan harus diperkuat, salah satunya melalui rekrutmen SDM yang terbaik dari tingkat bawah sampai ke atas. Kedua, konsolidasi wawasan antara kesekretariatan dengan para anggota Bawaslu, Ketua menekankan kepada para staf agar memahami aturan dan kerja kepemiluan untuk menunjang kerja lembaga. Ketiga, konsolidasi jaringan, yakni bagaimana membuat kerja sama dengan lembaga lembaga lain, dengan memperkuat kerja sama dengan pihak luar itu bisa menjadi ruang kritik untuk internal bawaslu, dan keempat adalah konsolidasi perilaku,” urai Arumahi pada kegiatan Pengembangan dan Pembinaan SDM Bawaslu Kabupaten Pinrang, Kamis (10/6/21 ) Kemarin.
Ia berharap dengan diperkuatnya empat hal tadi, potensi pelanggaran etik di jajaran penyelenggara dapat berkurang atau bahkan tidak ada lagi.
“Dalam konteks penyelenggara pemilu, integritas ialah bagian utama yang menyokong kualitas penyelenggara pemilu,” tegasnya.
Sementara itu, Anggota majelis TPD DKPP Dr. Gustiana A. Kambo yang juga hadir pada kegiatan tersebut mengatakan bahwa penyelenggara pemilu itu diibaratkan malaikat yang seharusnya tidak ada memiliki cacat.
“Tidak ada salah atau tidak melanggar soal etika dan profesionalisme para penyelenggar sehingga makna integritas itu utuh dalam dirinya,” jelas Dr Gustiana.
Ia menjelaskan, DKPP dalam menjalankan tugas tidak hanya mengamati etika profesionalitas penyelenggara tetapi juga etika moralitas. “Ini semata untuk mencegah serta mengingatkan para penyelenggara tidak terlibat hal hal yang tidak baik di dalam atau di luar tahapan,” tambahnya.
Sebagai akademisi, lanjut Dr. Gustiana mengkritisi bahwa kekurangan yang ada saat ini terletak pada desain regulasi yang tidak jelas dan tegas di dalam konstitusi terkait apa yang menjadi kriteria “mandiri” bagi penyelenggara pemilu.
“Kepercayaan publik terhadap penyelenggara juga menjadi tolak ukur terhadap integritas penyelenggara, semakin baik integritas para penyelenggara dalam menjalankan tugas-tugas kelembagaan semakin tinggi kepercayaan masyarakat,” tegasnya.
Di akhir penjelasannya Dr. Gustina A. Kambo, M. Si mengatakan bahwa, sebagai lembaga yang baru dipermanenkan, Bawaslu tidak perlu pesimis.
“Setiap lembaga mengalami proses pendewasaan dan diperlukan optimisme dengan tetap berpegang erat pada tujuan awal di bentuknya lembaga ini,” tutupnya.