Online24, Makassar – Perkawinan Anak adalah salah satu permasalahan anak yang serius dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan anak, perkawinan anak di Sulawesi Selatan berdasarkan data BPS tahun 2019 berada pada angka 12,11% di atas rata rata angka nasional yang 10,82%, dan diharapkan tahun 2024 dapat turun menjadi 8,74%.
Menurut Warida Safie – Program Manager dari ICJ Makassar, berbagai intervensi program/kegiatan telah dilakukan baik oleh pemerintah dan non pemerintah, diantaranya yang dilakukan ICJ Makassar, sejak tahun 2018 sampai sekarang menjalankan Program Pencegahan Perkawinan Anak di dua lokasi yakni di Kabupaten Bone dan Kabupaten Maros yang lebih fokus pada mendorong regulasi kebijakan.
“Beberapa kebijakan daerah/tekhnis (Draft Raperda, SE,Perbup hingga Perdes)telah lahir di 2 Kabupaten tersebut yang tentunya dapat menjadi inovasi pembelajaran bagi daerah lain untuk menekan angka perkawinan anak,” ujarnya Kamis (15/7/2021),
kegiatan lain yang dilakukan adalah Sharing Pembelajaran Upaya PPA dengan tujuan pembelajaran ini dapat menjadi bahan bersama dalam melakukan upaya pencegahan perkawinan anak khususnya di Makassar, acara ini menghadirkan narasumber dengan berbagai kompentensi. Seperti yang Dilaksanakan oleh ICJ (Institut of Community Justice) Makassar atas dukungan AIPJ2 Rabu (14/7/2021) via zoom meeting. Ida menjelaskan.
Pada Seri Diskusi ke II ini mengundang 3 orang sebagai narasumber Ketua Pengadilan Agama Makassar Drs H Muhadin dengan materi diskusi Dispensasi Nikah dan tantangannya dalam mencegah perkawinan anak. Dalam pemaparannya, Muhadin banyak mengungkap tantangan yang dihadapi dalam mencegah perkawinan anak. Apalagi Pengadilan Agama merupakan lembaga yang mengeluarkan dispensasi nikah bagi usia anak.
“dari data yang kami milki, rata-rata anak yang menikah itu antara 14 -16 tahun, dan alasan pengajuan dispensasi bermacam-macam, factor kehamilan, hingga takut melanggar norma agama atau sosial,” tandasnya.
Dari data PA, perkara dispensasi kawin anak dari tahun ketahun mengalami penurunan, tahun 2018 tercatat 80 perkara,dan tahun 2020 tercatat 59 perkara. sedang untuk 2021 dari januari-juni tercatat 25 perkara. Hal senada juga diungkapkan Kepala Dinas P3A Kota Makassar Andi Tenri Palallo.
Salah satu alasan sehingga orang tua mengawinkan anaknya dengan alasan tidak bisa menjaga anaknya. “Selain karena misalnya anaknya hamil tapi ada juga alasanya karena bayar utang,” ujarnya.
Sedang Kepala Kantor Kementerian Agama Makassar memaparkan berbagai strategi dalam mencegah kawin anak. Salahsatunya penerapan UU Perkawinan No.16 tahun 2019 tentang pembatasan usia kawin anak.
“Pak penghulu atau Kepala KUA harus memberitahukan kekurangan syarat penolakan kehendak menikah kepada calon pengantin, ini penting sehingga masyarakat paham akan adanya pembatasan umur” jelasnya.
Menurutnya ini menjadi tantangan masih kurangnya pemahaman masyarakat terhadap UU Perkawinan No. 16 tahun 2019. Selain itu tantangan lainya karena masyarakat tidak akan datang ke KUA jika mengetahui permohonannya ditolak.
Karenanya dia menegaskan bahwa kuncinya perlu keterlibatan semua pihak dalam mencegah kawin anak tersebut. Dia juga berharap diskusi seperti ini bisa dilakukan secara rutin. Harapan yang sama diungkapkan Ir. Fadiah Mahmud yang juga menjadi Fasilitator dalam zoom meeting tersebut.
Dia mengapresiasi kegiatan tersebut, walaupun memalui zoom meeting namun inti permasalahan dapat di urai dari setiap nara sumber yang hadir serta keaktifan peserta yang sangat luar biasa.
Hal senada juga disampaikan Husaimah Husain dari AIPJ2 Makassar. Dia berharap diskusi ini menghasilkan cerita pembelajaran yang dapat menjadi bahan advokasi bersama baik dari Nara sumber maupun peserta.
” AIPJ2 sangat mensupport kegiatan ini walaupun dengan metode daring namun saya yakin tidak akan mengurangi inti diskusi dengan dihadirkan nara sumber ahli di bidangnya dan fasilitator yang sudah berpengalaman. AIPJ2 juga sangat mengapresiasi panitia dengan unsur peserta yang sangat beragam dan mampu berbagi pengalaman,” ujarnya.
Peserta sekitar 30 orang dari berbagai unsur baik dari pemerintah, anak, media, cso, dan mitra pembangunan.