Online24, Makassar – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI melalui Direktorat Perfilman, Musik, dan Media, Direktorat Jenderal Kebudayaan menggelar “Temu Seni” dengan mengusung tema “Seni Performans” di kota Makassar, Maros dan Pangkep, Sulawesi Selatan pada 1-8 Agustus 2022.
Kegiatan tersebut diikuti 20 seniman muda dari berbagai tempat di Indonesia yang hadir ke Makassar untuk turut serta dalam “Temu Seni Performans,” yakni sebuah ajang silaturahmi, apresiasi, kolaborasi dan jejaring seni performans sekaligus memperkenalkan dan menambah gaung “Indonesia Bertutur 2022” di daerah cagar budaya di Indonesia.
Disampaikan dalam keterangan tertulis pada Kamis (4/8) bahwa saat melaksanakan agenda kunjungan budaya ke masyarakat adat Bissu di Segeri, Pangkep; kedatangan 20 seniman muda dan rombongan pengasuh Temu Seni mendapat sambutan hanga dengan alunan alat musik khas Bugis berupa gendang, gong, pui-pui dan lae-lae. Bahkan momen istimewa ini pemimpin Bissu Puang Matoa Bissu Nani bersama sejumlah anggota keluarga menyajikan ritual Ma’giri, sebuah tarian spiritual yang sudah berumur ratusan tahun.
“Bissu adalah pewaris dan pejuang pemelihara warisan budaya suku Bugis. Bissu di Sulawesi Selatan dapat ditemui di Kabupaten Pangkep, Bone, Wajo dan Sopeng. Dalam keseharian, Bissu inilah yang mempertahankan pusaka-pusaka adat warisan nenek moyang kita dulu dan keberadaannya termaktub dalam risalah Bugis kuno I La Galigo,” ujar Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sulawesi Selatan Andi Syamsu Rijal dalam siaran pers.
Dijelaskan lebih lanjut oleh Syamsu Rijal, bahwa tari Ma’giri yang dipersembahkan di awal pertemuan merupakan sebuah ritual permohonan ijin yang mengandung konsep dunia atas, dunia tengah dan dunia bawah – nilai yang tetap dipertahankan oleh para Bissu. Terlepas dari begitu banyak kendala dan tantangan, kekayaan kearifan lokal bagi komunitas Bissu selalu menjadi hal utama yang diperjuangkan untuk dilestarikan di tengah kemajuan jaman yang ada.
“Komunitas Bissu dan masyarakat Sulawesi Selatan berharap perjuangan ini bisa menjadi perjuangan bersama, termasuk para seniman muda yang hadir dalam kunjungan budaya ini. Silahkan untuk mempelajari dan memahami Bissu serta sampaikan keberadaan dan kekayaan budayanya kepada siapa saja,” katanya.
Sementara itu, Pemimpin Bissu, Puang Matoa Bissu Nani menambahkan bahwa pelaksanaan ritual Ma’giri merupakan sebuah upaya mengusir keburukan atau tolak bala. “Bissu menjadi penghubung, menyapa ‘dunia bawah’ dan meminta ‘dunia atas’ untuk memberikan keselamatan, kesehatan dan perlindungan kepada semua yang hadir dalam kesempatan kunjungan budaya bersama peserta Temu Seni Performans ini,” tuturnya.
Sejak jaman kerajaan hingga saat ini, Bissu dipercaya menjadi pihak yang mengatur sekaligus pelaksana jalannya upacara ritual seperti kelahiran, bayi yang akan menginjakan tanah, pemotongan gigi, sunatan, perkawinan, dan sampai kematian. Masyarakat sekarang memandang Bissu sebagai sosok yang patut dihormati mengingat Bissu masuk dalam golongan orang-orang yang dapat membantu masyarakat (mengobati, pemecah solusi, penjaga siklus kehidupan) agar terhindar dari kesulitan atau mendapat bencana. Dalam keseharian tidak sedikit Bissu yang bekerja sebagai perias pengantin (memiliki salon) sekaligus menjadi pengatur upacara perkawinan. Hal ini terjadi diantaranya di Desa Segeri, Kabupaten Pangkeb tempat dimana beberapa Bissu tinggal dan kerap dipanggil untuk mengatur upacara ritual.
Sebagai informasi, kegiatan “Temu Seni” adalah salah satu rangkaian dari Festival Mega Event Indonesia Bertutur 2022 yang dihelat menjadi bagian dari perhelatan akbar Pertemuan Menteri-Menteri Kebudayaan G20 (G20 Ministerial Meeting on Culture) di mana akan dilaksanakan di Kawasan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada September mendatang. Program ini diadakan sebagai sarana penguatan ekosistem seniman-seniman muda, untuk memelihara keberlangsungan hidup kesenian nusantara sebagai peninggalan budaya Indonesia.
Direktur Artistik Indonesia Bertutur 2022, Melati Suryodarmo menjelaskan, ajang “Temu Seni Performans” menuju festival mega event Indonesia Bertutur 2022 diadakan dengan mengacu pada kerangka besar Indonesia Bertutur yaitu “Mengalami masa lampau, menumbuhkan masa depan”.
“Kunjungan ke komunitas Bissu di Segeri Kabupaten Pangkep adalah bagian dari upaya kreatif untuk melihat narasi sejarah dengan cara yang sedikit berbeda yang berhubungan dengan praktik kekaryaan performans,” kata Melati.
Sedangkan Fasilitator Temu Seni Marintan Sirait mengungkapkan bahwa interaksi yang terjadi, mungkin lebih tepatnya, antara pelaku budaya tradisi yang telah berjalan ratusan tahun lamanya dengan pelaku seni yang memiliki beragam latar belakang budaya, perspektif, persepsi dan konstruksi berpikir dalam kehidupan maupun kekaryaan, termasuk menyaksikan ritus Ma’giri serta penjelasan yang disampaikan Puang Matoa yang bersumber dari tradisi Bissu telah memantik refleksi yang kompleks akan cara berpikir, bertindak, memandang, menilai dan merasa dari peserta Temu Seni.
“Kunjungan budaya seperti ini bukan saja penting untuk mendapatkan inspirasi dari kekayaan budaya yang hadir di masa lampau untuk dikembangkan ke depan, tetapi sebuah ruang refleksi yang esensial tentang cara pandang yang holistik untuk berorientasi dan mengembangkan gagasan-gagasan ke depan. Sebuah kesempatan untuk mengkaji ulang perspektif-perspektif yang didapatkan melalui dunia pendidikan, aktivisme dan praktek-praktek seni yang telah dilakukan,” demikian penjelasannya.