Online24jam, Makassar, – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Makassar mencatat pada 2019, kebebasan pers di Sulawesi Selatan masih cukup memprihatinkan, dengan adanya 3 orang jurnalis mengalami kekerasan yang diduga dilakukan aparat kepolisian.
Sementara, pada 2014 lalu ada 8 korban dengan 3 laporan. Menurut Direktur LBH Pers Fajriani Langgeng, di tengah jaminan konstitusi terhadap kehidupan berbangsa yang demokratis masih saja mendapatkan tantangan dalam penikmatnya.
Adanya ancaman pidana penjara dan atau denda dalam pasal 18 UU No.40 tahun 1999, tentang Pers, tidak menyurutkan laju tingkat kekerasan terhadap jurnalis. Kasus kasus kekerasan fisik dan non fisik terhadap jurnalis masih sering terjadi dan menjadi ancaman sangat serius terhadap keselamatan jurnalis. Kondisi ini, jika berkelanjutan dapat membahayakan demokrasi dan hak asasi manusia di Indonesia.
“Kekerasan fisik bukanlah satu-satunya keadaan yang menyebabkan kondisi jurnalis dalam bahaya, melainkan kondisi kesejahteraan ikut menyumbang hal tersebut. Dari data yang dihimpun oleh LBH Pers Makassar,” ujarnya.
Sementara itu, terkait kesejahteraan para jurnlis, LBH pers Makassar mencatat bahwa 1 orang jurnalis, 1 PHK sepihak dan 3 orang menjadi korban terkait pelanggaran penerapan perjanjian kerja oleh pengusaha media.
Olehnya itu LBH Pers Makassar telah melakukan serangkaian pembelaan melalui bantuan hukum dan melakukan advokasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan keberlangsungan kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi dengan Ini mengeluarkan pernyataan sikap, yakni:
1. Menuntut pihak kepolisian agar tetap mejamin kemanan jurnalis saat melakukan peliputan.
2. Mendesak pihak kepolisian untuk tetap profesional dan proporsional dalam setiap tindakan pengamanan.
3. Mendesak kepada Polda Sulawesi Selatan untuk segera menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi tanggal 24 September 2019 dengan transparan dan akuntabel.
4. Menuntut kepada Pengusaha atau Pemilik Media untuk tetap patuh terhadap UU 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.