Online24,Maros — Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Maros resmi menetapkan Direktur Utama PT Bumi Maros Sejahtera (BMS), Hermanto Syahrul sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) penyertaan modal Perusahaan Daerah (Perusda), Selasa,(24/01/23).
Setelah ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut, penyidik Kejari Maros langsung melakukan penahanan terhadap mantan anggota DPRD Maros periode 2014-2019 ini.
Kepala Kejaksaan Negeri Maros Wahyudi Eko Husodo mengatakan penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros baru saja menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tipikor Perusda PT BMS.
“Jadi hari ini Selasa tanggal 24 Januari, kita Kejaksaan Negeri Maros baru saja menetapkan tersangka dan menahan berinisial HS. Dia adalah Dirut PT Bumi Maros Sejahtera, yang setelah kita lakukan penyidikan, diduga melakukan korupsi. Dari hasil audit ditemukan kerugian negara sebesar Rp564 juta dari penyertaan modal Pemkab Maros sebesar Rp1 M,” ungkapnya.
Dari hasil penyilidikan kata dia, uang itu diduga dipergunakan untuk kepentingan pribadi yang bersangkutan.
“Setelah pemeriksaan berkas perkara rampung kita akan segera limpahkan ke Pengadilan Tipikor Makassar,” jelasnya
Dijelaskan Wahyudi, kasus ini bermula saat Dirut PT BMS itu tudak menyetorkan hasil keuntungan perusahaan.
“Jadi kan ada penyertaan modal dari Pemkab Maros sebesar Rp1 M. Nah tentunya di perusahaan ini ada usaha-usaha yang dilakukan dan mestinya keuntungan disetorkan ke perushaan bukan digunakan untuk kepentingan pribadi,” urainya.
Namun dari hasil pemeriksaan penyidik kata dia, dari beberapa tahun HS menjabat direktur, ada keuntungan yang dipergunakan untuk kepentingan pribadi sebesar Rp564 juta sesuai hasil audit dari tim auditor.
“Saat ini kita tetapkan satu tersangka, nanti kita lihat di persidangan perkembangannya seperti apa,” katanya.
Dalam kasus ini kata dia, ada 11 orang saksi yang telah diperiksa.
Sementara itu Kasi Pidsus Kejari Maros, M Ikbal Ilyas mengatakan ada sekitar 300 juta yang dipinjamkan atas nama pribadi kepada temannya dan ada juga beberapa digunakan untuk kepentingan pribadinya.
“Yang pasti tidak boleh dilakukan dan telah merugikan keuangan negara,” sebutnya.
Dalam kasus ini kata dia tersangka telah melakukan pengembalian sebesar Rp200 juta namun tidak memutus pidananya.
Atas pebuatannya tersangka disangkakan pasal Pasal 2 dan Pasal 3 UU No 31 Tahun 2009 jo UU Nob20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan minimal 4 tahun penjara,” sebutnya.