Online24,Maros– Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Maros menghentikan sementara pendistribusian air bersih ke wilayah terdampak kekeringan.
Kepala BPBD Maros, Towadeng, mengatakan penghentian sementara ini dilakukan karena wilayah Maros mulai memasuki musim hujan.
“Untuk sementara penyaluran air dihentikan karena sudah memasuki musim hujan. Namun, jika ada permintaan mendesak, terutama dari rumah ibadah atau pesantren yang kekurangan air, kami tetap siap melakukan suplai,” jelasnya, Kamis (23/10/2025).
Ia menambahkan, sejauh ini BPBD telah menyalurkan sekitar 550 tangki air bersih ke sejumlah wilayah.
Tiap tangki berkapasitas 5.000 dengan total volume mencapai 2.750.000 liter.
Empat kecamatan tercatat sebagai penerima terbesar, yakni Bontoa, Lau, Marusu, dan Maros Baru.
Selain itu, penyaluran juga disalurkan ke kecamatan Simbang, Bontoa, serta Turikale.
“Setiap tangki berkapasitas 5.000 liter. Kami fokus pada daerah pesisir yang paling terdampak,” tambahnya.
Namun, hingga kini masih tersisa dua kecamatan yang belum pulih sepenuhnya dari dampak kekeringan.
“Wilayah Bontoa dan Lau masih mengalami keterbatasan air meski hujan sudah mulai turun sejak pertengahan Oktober,” tuturnya.
Towadeng menjelaskan masyarakat pesisir, biasanya memanfaatkan air empang untuk kebutuhan sehari-hari.
Namun tahun ini, kondisi lebih baik berkat suplai air dari berbagai pihak.
“Alhamdulillah, masyarakat tidak lagi menggunakan air empang. Sinergi antar lembaga semakin baik dan penyaluran air berjalan efektif,” pungkasnya.
Towadeng mengatakan, pendistribusian tahun ini melibatkan banyak pihak, termasuk BPBD Provinsi, Pertamina Patra Niaga, Bank Sulselbar, serta lembaga sosial seperti PMI dan Baznas.
Mantan Kadis Kopurindag ini menyebutkan, capaian distribusi tahun ini bahkan melampaui target, karena ada tambahan dukungan dari pihak-pihak yang sebelumnya belum berpartisipasi.
“Anggaran berasal dari pemerintah daerah, namun dukungan swasta dan masyarakat juga besar. Tahun ini kami operasikan lima armada penuh, ditambah bantuan dari provinsi,” ujarnya.
Warga Kecamatan Marusu, Raiah, mengaku sangat terbantu dengan adanya bantuan air bersih dari pemerintah.
Tanpa bantuan tersebut, warga setempat biasanya hanya mengandalkan air empang yang berwarna kehijauan, berbau, bahkan terasa asin.
“Di sini susah air bersih, hanya pakai air empang yang berbau dan asin,” ujar Raiah.
Meski tidak layak konsumsi, warga tetap menggunakannya untuk mencuci dan mandi.
Untuk memasak dan minum, mereka terpaksa membeli air bersih dengan harga cukup mahal.
“Kalau untuk minum, kami beli air tangki Rp100 ribu. Kalau tidak ada uang, terpaksa dicampur dengan sedikit air bersih yang ada. Air hujan yang biasanya ditampung juga sudah habis. Sementara PDAM tidak mampu menyalurkan air ke wilayah kami,” tambahnya.











