Online24jam, Makassar, – Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Selatan menggelar Bincang Bareng Media yang menghadirkan Kepala Perwakilan BI Sulsel, Rizky Ernadi Wirmanda, untuk memaparkan kondisi perekonomian global, nasional, hingga regional serta arah kebijakan yang akan ditempuh dalam menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam pemaparannya, Rizky mengungkapkan bahwa dinamika ekonomi global masih dipenuhi ketidakpastian. “Ekonomi China membaik pada Maret lalu, didorong oleh stimulus fiskal. Namun negara-negara maju seperti Jepang, Eropa, dan India masih bergerak lambat,” jelasnya. Sementara itu, ekonomi Amerika Serikat belum menunjukkan pelemahan signifikan seiring meningkatnya employment rate.
Pergerakan suku bunga global menunjukkan sinyal penurunan. Fed Fund Futures diproyeksikan kembali turun pada Desember, sejalan dengan yield US Treasury 10 tahun dan 2 tahun yang bergerak menurun. Namun ketidakpastian global masih tinggi, yang berdampak pada terbatasnya aliran modal ke negara emerging market.
“Indeks dolar AS melemah ke 98,6%. Sebaliknya harga emas justru meningkat tajam hingga 54%, karena investor global memilih instrumen yang lebih aman,” ujarnya.
BPS mencatat pertumbuhan ekonomi nasional triwulan III berada pada angka 5,04%, sedikit melambat dari triwulan sebelumnya, namun masih stabil pada kisaran 5%. Rizky menekankan perlunya terobosan baru agar Indonesia tidak terjebak pada pertumbuhan stagnan.
Dari sisi pengeluaran, hampir semua komponen menurun kecuali konstruksi pemerintah. Dari sisi lapangan usaha, pertanian dan jasa pendidikan menjadi penyokong pertumbuhan.
Berbeda dengan nasional, ekonomi Sulawesi Selatan justru tumbuh sedikit lebih tinggi pada triwulan III, meski masih berada di peringkat 19 nasional. Konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi pendorong utama pertumbuhan. “Sektor pertanian masih menjadi kontributor tertinggi, disusul jasa pendidikan,” ungkap Rizky.
Inflasi Sulsel pada Oktober tercatat 0,1% (mtm) dan 2,98% (yoy), masih dalam target 3,5%. Bahkan dua bulan terakhir, September–Oktober, inflasi berada pada tren aman setelah periode tekanan dari April hingga Agustus.
“Volatile food sudah dua bulan berturut-turut mencatat deflasi. Ini sangat membantu pengendalian inflasi,” tambahnya.
Namun Rizky mengingatkan bahwa komoditas penyumbang inflasi terbesar Oktober adalah emas—dipengaruhi gejolak global—diikuti beras dan sejumlah komoditas perikanan.
Bank Indonesia menyoroti kebutuhan investasi besar untuk mencapai target pertumbuhan ambisius 8% di tahun 2029. Secara nasional, kebutuhan investasi mencapai Rp13.000 triliun dengan kenaikan rata-rata 15,7% per tahun.
Namun daya saing investasi Indonesia masih tertinggal. “ICOR Indonesia 6,1%, lebih tinggi dari Vietnam dan Malaysia. Dalam World Competitive Ranking 2025, Indonesia berada di posisi 40,” jelas Rizky.
Di Sulawesi Selatan, indeks hambatan investasi mencapai 43,6%—dikategorikan sedang. Beberapa faktor penghambatnya antara lain keterbatasan fasilitas IPAL, akses energi terbarukan yang minim, serta sinergi tokoh lokal dan investor yang belum optimal.
BI menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis untuk memperkuat pertumbuhan Sulsel:
1. Sektor Pertanian & Perkebunan
* Mekanisasi alat pertanian
* Optimalisasi lahan tidur
* Riset bibit unggul
* Replanting kakao
* Cold storage dan teknologi tangkap perikanan
* Peningkatan nilai tambah rumput laut
* Pemetaan potensi kopi di Enrekang dan daerah lain
2. Perdagangan
* Perbaikan konektivitas jalan dan logistik
* Optimalisasi proyek strategis seperti KA Trans Sulawesi dan Makassar New Port
* Digitalisasi UMKM
* Peningkatan konektivitas penerbangan
3. Industri Pengolahan
BI menekankan perlunya mendorong industri manufaktur agar produk pertanian tidak hanya dijual sebagai bahan mentah.
4. Pengendalian Inflasi
* Optimalisasi program mandiri urban farming
* Perluasan greenhouse
* Penjadwalan tanam berdasarkan peta kerentanan
* Penguatan cold storage dan pabrik es mini
* Kerja sama petani–offtaker
* Pengawasan distribusi dan operasi pasar
* Pemanfaatan BTT untuk stabilisasi harga
Dalam RPJMD 2025–2029, Sulsel menargetkan pertumbuhan 8,2% pada 2029. Namun tanpa percepatan investasi dan perbaikan struktur ekonomi, pertumbuhan diperkirakan hanya berada di kisaran 6,2–6,3%.
“Dengan potensi besar sektor pertanian, perdagangan, hingga industri pengolahan, Sulsel punya peluang menjadi motor pertumbuhan Indonesia Timur. Kuncinya adalah daya saing dan investasi,” tutup Rizky.
















