Online24jam, Jakarta, – Mahasiswa Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah, Manajemen kurikulum Pendidikan Islam saat ini menghadapi dilema yang semakin kompleks, yaitu pertentangan antara mempertahankan nilai-nilai konservatif tradisional dan memenuhi tuntutan globalisasi dalam dunia pendidikan modern,dan Manajemen kurikulum Pendidikan Islam di Indonesia saat ini berada pada persimpangan jalan yang tidak mudah di satu sisi, kurikulum yang bersifat konservatif sering kali bertumpu pada tradisi keagamaan yang telah lama mengakar, pendidikan Islam memiliki tradisi panjang yang kaya nilai dan sarat kearifan lokal, terutama pada lembaga-lembaga sebagaimana banyak diterapkan di pesantren yang sejak dahulu menjadi pusat pembentukan karakter,akhlak,dan pemahaman keagamaan. Di sisi lain, globalisasi menuntut arah pendidikan yang lebih inovatif, kreatif, adaptif, serta relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. era globalisasi juga menghadirkan tantangan baru yang tidak dapat dihindari: perubahan teknologi yang cepat, tuntutan kompetensi abad ke-21, serta persaingan global yang semakin ketat.dalam situasi seperti ini, Ketegangan antara dua arus besar ini sering kali membuat pendidikan Islam berada dalam fase tarik menarik yang tidak berkesudahan. Akibatnya, konservatisme dalam sistem pendidikan Indonesia terlalu lama menjadi penghambat munculnya kreativitas, inovasi serta kemampuan adaptif siswa.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis akar permasalahan antara konservatisme tradisional dan tuntutan globalisasi pendidikan dalam konteks pendidikan Islam. Pemahaman mendalam terhadap sumber persoalan ini menjadi penting agar dapat dirumuskan langkah- langkah transformatif yang tetap menghargai nilai tradisi tanpa mengabaikan kebutuhan zaman.serta menganalisis akar persoalan tarik-menarik antara konservatisme tradisional dalam pendidikan Islam dan tuntutan globalisasi yang menuntut modernisasi pendidikan. Dengan memahami dinamika tersebut, kita dapat merumuskan langkah-langkah yang lebih konstruktif agar pendidikan Islam tetap relevan dan mampu mencetak generasi yang unggul secara spiritual maupun profesional.
Tantangan konsevatisme dalam sistem pendidikan indonesia
Konservatisme dalam pendidikan tidak selalu negatif karena berfungsi menjaga kemurnian ajaran, tradisi intelektual Islam, dan nilai moral. Namun, jika diterapkan terlalu kaku, konservatisme dapat menghambat perubahan yang dibutuhkan pendidikan modern. Lembaga pendidikan Islam sering kali sulit beradaptasi karena kekhawatiran bahwa inovasi akan mengurangi nilai agama, sehingga pendekatan pembelajaran baru kurang diterima. Padahal, perkembangan zaman menuntut sistem pendidikan untuk terus berinovasi dan menyesuaikan diri.
Dalam era globalisasi, pendidikan harus mampu bersaing secara internasional melalui penguasaan bahasa asing, teknologi, dan kemampuan memecahkan masalah. Namun, banyak lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk pesantren, belum siap memenuhi tuntutan ini. Pembelajaran masih didominasi hafalan, sementara pengembangan soft skills, kreativitas, dan berpikir kritis kurang mendapat ruang. Selain itu, Keterbatasan kapasitas guru juga menjadi hambatan. Tidak semua pendidik mampu menguasai kurikulum modern atau memanfaatkan teknologi secara efektif. Pelatihan yang tidak merata serta akses yang terbatas terhadap sumber belajar dan teknologi semakin memperlebar ketimpangan. Padahal, guru berperan penting dalam transformasi pendidikan dan membutuhkan kompetensi ganda untuk menghadapi tuntutan zaman.
Beberapa penelitian tentang pesantren dan madrasah menunjukkan bahwa pendidikan Islam tradisional masih didominasi metode hafalan dan penyampaian ilmu satu arah dari guru ke murid (taqlid). Pembelajaran di pesantren klasik umumnya berpusat pada kajian kitab kuning secara klasikal, sehingga ruang untuk berpikir kritis, kreativitas, dan literasi digital menjadi terbatas. Meski pendekatan ini efektif dalam pembentukan moral dan karakter sesuai nilai Islam, pola yang terlalu konservatif ini kini menghadapi tantangan besar dari perkembangan teknologi dan tuntutan global. Kondisi tersebut sejalan dengan data nasional seperti hasil PISA 2022, yang menempatkan siswa Indonesia pada kategori rendah dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi, menandakan bahwa metode tradisional yang kurang inovatif dapat berkontribusi pada rendahnya kreativitas dan kemampuan problem solving siswa.
Konservatisme dalam pendidikan sebenarnya bertujuan menjaga nilai dan tradisi. Namun jika diterapkan terlalu kaku, sikap ini justru menghambat inovasi karena lembaga pendidikan menjadi takut menerima perubahan. Pendekatan konservatif cenderung menolak metode baru,teknologi, dan cara belajar kreatif karena dianggap dapat mengurangi kemurnian tradisi. Akibatnya, pembelajaran berhenti berkembang dan hanya berfokus pada hafalan serta penyampaian materi satu arah.
Dalam pendidikan Islam, dominasi kitab kuning, metode mengajar tradisional, dan hubungan hierarkis antara guru dan santri sering mempersempit ruang untuk inovasi. Kekhawatiran akan hilangnya nilai agama membuat perubahan dianggap sebagai ancaman, bukan sebagai kesempatan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
Solusi antara konservatisme tradisional dan tuntunan globalisasi edukasi
Solusi untuk menjembatani konservatisme tradisional dan tuntutan globalisasi dalam pendidikan adalah dengan membangun pendekatan yang tidak menolak tradisi, namun tetap memberi ruang bagi inovasi. Pendidikan Islam, misalnya, tetap dapat mempertahankan nilai- nilai klasik seperti kajian kitab dan pembentukan moral, tetapi harus memadukannya dengan metode modern yang lebih interaktif dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Kurikulum yang terlalu berfokus pada hafalan dan pola pengajaran satu arah telah membatasi kreativitas dan kemampuan kritis siswa. Karena itu, pengembangan kurikulum hybrid menjadi penting kurikulum yang menyatukan nilai tradisional dengan kompetensi abad ke-21 seperti literasi digital, kemampuan berkolaborasi, dan pemecahan masalah. Selain itu, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan pedagogi modern, penguasaan teknologi, dan kemampuan merancang pembelajaran berbasis proyek juga menjadi langkah utama agar metode pengajaran tidak terjebak pada pola konservatif yang kaku.
Integrasi teknologi pendidikan, reformasi sistem evaluasi yang tidak hanya menilai hafalan, serta perluasan akses terhadap sumber belajar modern dapat mempercepat adaptasi lembaga pendidikan terhadap perubahan global. Dengan pendekatan ini, nilai tradisional tetap terjaga, namun tidak menghalangi pengembangan potensi kreatif siswa yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi tantangan dunia modern.
Untuk memperkuat argumentasi, beberapa contoh dari negara maju dapat dijadikan rujukan. Finlandia memiliki sistem pendidikan yang fleksibel, inklusif, dan menekankan pengembangan karakter serta berpikir kritis, sehingga bisa menjadi inspirasi bagi pendidikan Islam di Indonesia. Di Singapura, reformasi madrasah mendorong integrasi kurikulum agama klasik dengan pelajaran umum seperti bahasa Inggris, matematika, dan sains agar siswa mampu bersaing dalam ujian nasional dan dunia kerja. Reformasi ini tidak menghilangkan tradisi
keagamaan, tetapi menyesuaikannya dengan kebutuhan modern sehingga lulusan tetap beridentitas religius namun memiliki kompetensi akademik yang kuat. Korea Selatan juga menunjukkan bahwa nilai tradisional dapat dipadukan secara harmonis dengan teknologi dan inovasi pendidikan.
Simpulan dan rekomendasi
Melalui analisis dan berbagai inspirasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa untuk mengatasi kontroversi dalam manajemen kurikulum pendidikan Islam, diperlukan integrasi yang efektif antara nilai-nilai tradisional dan tuntutan globalisasi. Pemerintah bersama lembaga pendidikan Islam perlu menyusun kebijakan yang mendukung kurikulum fleksibel, inklusif, dan responsif terhadap perkembangan zaman. Selain itu, kolaborasi antara lembaga pendidikan Islam dan lembaga pendidikan global perlu diperkuat untuk memperluas wawasan, berbagi praktik terbaik, dan mempercepat transformasi pendidikan.
Pada akhirnya, di tengah dinamika global yang terus berkembang, dialog konstruktif antara konservatisme dan globalisasi menjadi kunci agar pendidikan Islam tetap relevan, unggul, dan mampu berkontribusi pada kemajuan peradaban. Pendidikan Islam harus memposisikan diri bukan sebagai entitas yang tertinggal oleh zaman, tetapi sebagai bagian penting dalam menciptakan generasi yang religius, kreatif, dan berdaya saing global.





