Online24jam, Jakarta, – Para pelaku industri asuransi jiwa dituntut bersikap adaptif guna menjaga kinerjanya, mengingat tahun depan diperkirakan kondisi perekonomian belum berjalan normal. Pelaku industri harus mampu membaca perubahan konsumen yang terjadi saat pandemi Covid-19 serta melakukan digitalisasi layanan kepada nasabah.
Perekonomian nasional diproyeksikan baru kembali normal pada 2022 mendatang. Menurut Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, selama vaksin belum didistribusikan, maka 2021 masih akan menjadi tahun pemulihan. Karenanya, masalah kesehatan dan keselamatan masyarakat masih menjadi kunci utama pemulihan ekonomi tahun depan.
Sejalan dengan itu, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Indonesia) juga senantiasa memfokuskan diri kepada kebutuhan nasabah yang kian beragam dan berubah seiring dengan tantangan kehidupan yang dinamis.
Presiden Direktur dan CEO Manulife Indonesia, Ryan Charland di Jakarta, Kamis (3/12), mengatakan, masalah kesehatan dan tantangan ekonomi akibat pandemi Covid-19 menjadi salah satu fokus perhatian Manulife Indonesia. Dia menambahkan pada 2021, Manulife Indonesia akan terus memberikan solusi perencanaan keuangan terkait dengan biaya kesehatan dan proteksi keuangan keluarga mengingat pandemi Covid-19 masih akan mewarnai perjalanan pada tahun depan.
Tak hanya kesehatan dan proteksi keuangan, pelaku industri asuransi jiwa juga dituntut untuk menjaga keselamatan masyarakat. Menyikapi hal itu, Manulife Indonesia menerapkan layanan non face to face.
Ryan Charland menjelaskan, di tengah pandemi Covid-19, tenaga pemasar Manulife Indonesia tetap berupaya memberikan layanan terkait advis finansial meskipun tanpa bertatap muka. Untuk itu, para tenaga pemasar telah dibekali dengan pelatihan yang mumpuni dan profesional agar tetap optimal membantu masyarakat di tengah pandemi Covid-19 ini.
Ryan mengatakan, di tengah pandemi Covid-19, Manulife terus mendampingi para nasabah. Termasuk membayar klaim Covid-19 dari para nasabah. Dia menjelaskan, hingga 9 November 2020, jumlah klaim yang dibayarkan Manulife tercatat sebesar Rp54,5 miliar. Jumlah tersebut termasuk manfaat rawat inap dan perlindungan jiwa. Sedangkan, klaim keseluruhan Manulife Indonesia (konsolidasi) per Oktober 2020 year to date tercatat sebesar Rp 4 triliun.
“Pembayaran klaim dilakukan Manulife Indonesia setelah nasabah memenuhi semua persyaratan yang telah ditentukan,” papar Ryan.
Sementara itu, total donasi yang diberikan Manulife Indonesia tercatat lebih dari Rp 4 miliar yang diberikan kepada sekitar 200 pusat pelayanan kesehatan di Indonesia.
Digitalisasi Pemasaran
Seperti diketahui, pandemi menjadi momentum bagi industri asuransi jiwa untuk menerapkan digitalisasi layanan, termasuk pemasaran produk. Ke depan, layanan digital menjadi tren yang tak dapat dihindari. Digitalisasi layanan diyakini turut meningkatkan inklusi keuangan nasional.
“Dengan menggunakan teknologi informasi ini diharapkan daya jangkau industri asuransi kepada nasabah akan lebih efektif dan efisien,” ujar Anggota Dewan Komisioner, Kepala Eksekutif Pengawas IKNB Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi.
Selain itu, industri asuransi juga harus bisa memaksimalkan potensi besar di sektor digital. Apalagi, penetrasi asuransi saat ini relatif masih kecil, tidak pernah di atas 3% dengan total potensi 270 juta jiwa. Jika saja 20% masyarakat sadar asuransi, maka industri ini akan meningkat secara signifikan.
Terkait hal itu, OJK telah memberikan persetujuan kepada sembilan perusahaan asuransi untuk memasarkan produknya secara digital, termasuk Manulife Indonesia. Hal ini diharapkan dapat memudahkan nasabah mendapatkan pelayanan Manulife Indonesia dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku.
Ryan mengatakan, Manulife menyambut baik upaya pemerintah menggarap sektor digital sebagai platform bisnis di masa mendatang. Dikatakan, pihaknya saat ini sudah menerapkan pelayanan berbasis digital kepada para nasabahnya, termasuk pengajuan klaim secara online dan polis elektronik.
Sebagaimana diketahui, potensi ekonomi digital Indonesia sangat besar. Pada 2025, ekonomi digital Indonsia diprediksi bisa bertumbuh hingga US$ 133 miliar atau Rp 1,8 kuadriliun. Mengenai pasar digital ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai ekonomi digital internet Indonesia berpotensi naik tiga kali lipat pada 2025.
Nilai ekonomi digital internet pada 2019 sebesar US$ 40 miliar, sedangkan 5 tahun lagi diprediksi lebih dari US$ 133 miliar. Proyeksi dibuat berdasarkan riset yang dilakukan oleh Google, Temasek dan Bain & Company bertajuk e-Conomy SEA 2020 at Full Velocity: Resilient and Racing Ahead. Sedangkan, ekonomi digital dari transaksi e-commerce berpotensi naik dari US$ 20 miliar menjadi US$ 82 miliar atau meningkat empat kali lipat.