Online24, Makassar – Seandainya PSM tak menjadi bagian dalam perhelatan Piala Menpora 2021 saya tak dapat membayangkan, betapa garingnya kompetisi itu. Hadir Persija, Persebaya dan Persib Bandung namun tak muncul PSM di papan skor?
Andai saja itu terjadi, maka dapat dipastikan pra musim tak seramai apa yang kita rasakan suasananya sekarang ini, tak seheroik suatu perhelatan sepak bola. Sebab PSM itu adalah roh sepak bolanya Indonesia. Gimana bisa? Maka bacalah terus tulisan ini hingga tuntas gaes.
“Apresiasi PSM mengandalkan pemain lokal” tulis Basyamuhammad,pada kolom komentar akun @pengamatsepakbola. Ini hanyalah salah satu gimik dari cerita tentang PSM yang berlaga pada Piala Menpora dibanding sejuta makna atas keikutsertaan Pasukan Juku Eja, julukan PSM.
Pengalaman saya ketika menjadi bagian saat PSM lakoni Indonesia Priemer League (IPL), sangat merasakan betapa PSM begitu penting bagi Indonesia dalam percaturan sepak bola. Penggagas IPL, Arifin Panigoro mewanti wanti, bahwa apapun caranya, PSM wajib ikut serta dalam kompetisi IPL, sebagai bagian reformasi dalam tubuh PSSI kala itu. Betapa pentingnya PSM hadir dalam percaturan sepak bola tanah air.
Maka saat itu mulailah dualisme liga dalam tubuh PSSI, liga yang menuju pengelolaan club secara profesional tanpa menggunakan dana APBD berlaga dalam IPL. Pemain asing berlabel Marque Player hadir di lapangan hijau, termasuk lapangan stadion Mattoanging Makassar. Wasit wasit asing ikut memimpin laga IPL. Tujuan utama hanya satu, menghadirkan liga profesional di Indonesia tanpa menggunakan dana APBD. Maka mulai misi itu berjalan, dan PSM hadir dalam perjalanan itu.
Sejumlah klub dihukum oleh PSSI harus ke kasta 2 sebab ikut IPL tetapi PSM tetap pada level utama. Akhirnya reformasi di tubuh PSSI bergerak, termasuk liga. Beberapa klub digodok ulang termasuk yang berlaga di IPL dan dualisme klub. Tetapi PSSI hasil reformasi, tak menyentuh PSM, bahwa klub ini harus hadir di kompetisi utama yakni Liga1. Tak ada cerita lain, PSM wajib hukumnya berlaga di Liga Utama.
Catatan prestasi PSM adalah catatan sepak bola nasional, ia satu satunya klub paling stabil sejak lahir pada tahun 1915. Tatkala PSM mengalahkan PSMS Medan 1957 sekaligus pertamakali nya PSM juara Perserikatan. Dekade itulah, Ramang dan PSM menjadi buah bibir dalam dunia sepak bola nasional. Ia telah menjadi kekuatan sepak bola nasional, dan menjelma sebagai tim elit.
Satu satunya tim sepak bola di Indonesia yang memiliki ciri khas dalam bermain. Yakni, Keras, Cepat dipadu dengan teknik tinggi hanya ada di PSM. Persis tim negara yang memiliki ciri Khas dalam sepak bolanya, Argentina, Brasil, Jerman, Belanda, Inggris, Italia, Mexico dan Kamerun. Indonesia tak memunyai ciri khas tetapi di PSM ciri khas sepak bola itu lahir.
Maka jangan heran, jika sederet pemain asing dan pemain nasional yang menjelma sebagai bintang nasional, dasarnya berlabuh di PSM Makassar. Sejarah mencatat, PSM tak pernah absen ataupun diabsenkan pada setiap kompetisi di tanah air. Sebab magnet suatu kompetisi itu akan berharga, bernilai, semarak jika tim Juku Eja ini hadir. Terserah apakah PSM memboyong pemain asingnya, pemain lokal, akademi atau tim seleksi yang penting nama PSM itu melekat pada papan skor maka itu sudah cukup mengangkat citra kompetisi tersebut.
“Eddd, dumba dumba’ ku menonton PSM tadi. Tapi syukurlah, meski PSM kalah tetapi sangat membanggakan” tulis Nia, seorang teman pada kolom FB nya, seorang perempuan yang kutau tak memiliki sedikit pun pandangan dan pengetahuan apalagi hobi menonton sepak bola.
Jadi wajar, jika semifinal laga PSM vs Persija di leg ke2 kemarin,menempatkan rating paling tertinggi dalam siaran sepak bola piala Menpora. Hanya kalah oleh sinetron. Hebat bukan, karena di situ hadir PSM Makassar.
Ehhh gaes, terakhir, pada Pak Plt Gub dan Pak Wali, Hadirkan kembali stadion Mattoanging. Sebab itu harga diri dunia sepak bola di Indonesia. Anda tidak lanjutkan, maka anda hilangkan satu peradaban tentang sepak bola di Indonesia. Terima kasih telah membaca. Nantikan tulisan lain saya tentang stadion Mattoanging.
Opini Oleh : Ano “Aldetrix” Suparno Jurnalis & Mantan Marcom PSM