Online24, NADA pelan, gaya bahasa sederhana, bicara apa adanya. Terlihat rileks dan “cair” dengan lawan bicaranya. “Pelan-pelan, tenang bro…” begitu diksi yang akrab terdengar saat dirinya meladeni diskusi mahasiswa di sebuah kedai kopi di sudut kota Makassar, Sulawesi Selatan.
Itu kesan yang bisa saya tangkap. Saat menulis naskah ini. Untuk menandai hari kelahirannya 28 Desember. Pada usianya jelang setengah abad. Namanya Selle Kuasse Dalle. Mantan aktivis mahasiswa dan NGO yang kini bertransformasi sebagai politisi di DPRD Sulawesi Selatan.
Saya sudah lama tidak bertemu dengannya. Karena domisili kami berjarak dan kesibukan menumpuk. Dari teman-teman saya sesekali mendengar kabar tentangnya. Misalnya saat ayah dan anaknya wafat dan aktivitasnya sebagai wakil rakyat. Justru sakit jarang saya dengar. Mungkin karena istrinya, Rahmawati, seorang dokter. Jadi cukup dirawat dirumah saja.
Meski dicecar tanya bernada sindiran dan menohok, ia tetap tenang. “Ditempat ini saya bernostalgia. Saya pernah sebagai mahasiswa, jadi paham apa yang dirasakan dan mesti dilakukan adik-adik mahasiswa,” ujar insinyur jebolan Fakultas Teknik Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makasar ini.
Keyakinan Selle, begitu ia akrab disapa, beralasan karena menganggap politik itu naluriah dasar manusia untuk memperbaiki kehidupannya, dan juga kehidupan orang lain.
Politik itu baginya keseimbangan. Bukan membuat kegaduhan. “Karena itu butuh kesabaran ekstra. Ini yang kadang diabaikan oleh teman-teman politisi muda yang semangatnya menyala-nyala.”
Dari teman-temannya pula saya mendengar sejak mahasiswa ‘merantau’ ke Makassar, ia terbiasa bergaul tanpa simbol dan egaliter. Bergaul dengan orang karena saling bersikap baik.
Selle selalu gelisah saat kawannya kesusahan, membuat dia selalu berusaha mencari jalan keluar. Empatinya juga tinggi, membuat siapa yang dekat dengannya merasa dipedulikan. Tidak hanya urusan kerja, organisasi, masalah pribadi kawannya pun kadang diperhatikan.
Oh…ya, saya juga pernah dengar ia berkata: Saya punya ‘moral obligation’ terhadap nasib teman-temanku…! Statemen inilah yang saya kira sumber empatinya tersebut. Apalagi baginya, pertemanan tidak boleh pudar hanya problem jamak yang kerap terjadi dalam hubungan antar manusia.
Diceritakan juga, kedermawanannya tak diragukan. Tanyalah tetangga, kerabat, sahabat, teman, dan orang-orang yang mengenalnya. Tak terhitung ‘sesuatu’ yang sudah dia berikan, bahkan kepada orang yang tidak dikenalnya.
Karena itu, rezeki seolah begitu segan jika tak menghampirinya. Sesuai dengan nama belakangnya, Dalle. MESSEMPO DALLE (bahasa Bugis bermakna murah rejeki). “Saya saksinya…” kata Kiblat Said, salahseorang jurnalis senior di Makassar.
Opini Oleh : Rusman Madjulekka, Surabaya, 28 Desember 2021